Desa Bisa Berdaya dengan Gerakan MPZ dan UPZ

Jawa Barat dalam pembangunannya menjadikan kesejahteraan sebagai sorotan utama. Dalam seminar bertajuk “Tantangan Kesejahteraan Jawa Barat” di GSG Salman ITB, Kamis (21/8/2025). Dewan Pakar Salman ITB Budhiana Kartawijaya mengingatkan pentingnya memahami dua perspektif dalam perencanaan sosial: pendekatan etic dan pendekatan emic. Pendekatan etic merujuk pada data statistik, misalnya angka kemiskinan dari Badan Pusat Statistik (BPS). Namun, angka saja tidak cukup. Kita perlu melihat emic—cara pandang masyarakat lokal yang hidup di dalamnya. Misalnya, siapa yang dianggap miskin, kebutuhan sebenarnya mereka apa, dan berkoordinasi dengan tokoh setempat yang concern dengan wilayah tersebut. Tanpa menyelami sudut pandang komunitas, zakat bisa tepat angka tetapi salah makna. Urbanisasi pun menjadi fenomena penting menurut Budhiana. Bukan lagi sekadar perpindahan dari desa ke kota, melainkan desanya sendiri yang mewujudkan model kota dengan akses jalan, jaringan komunikasi, hingga pusat aktivitas baru. Sejak 2007 mayoritas penduduk dunia tinggal di kawasan urban. Maka memahami kesejahteraan butuh lensa yang lebih luas, tidak hanya rural vs urban. Tak kalah penting, pendekatan gender harus diperhatikan. Melibatkan ibu-ibu dalam perencanaan, distribusi zakat, hingga edukasi pemberdayaan akan menghadirkan program yang lebih membumi. “Etic pakai BPS, emic pakai cerita dari warga lokal. Baca perspektif mereka sehari-hari. Tepat sasaran, tepat makna, dampaknya terukur dan akuntabel,” kata Budhiana. Pada kesempatan yang sama dijelaskan bahwa zakat bukan hanya ibadah individu, tetapi juga instrumen pembangunan bangsa. Direktur Puskas BAZNAS RI Muhammad Hasbi Zaenal mengaitkan zakat dengan arah kebijakan nasional. Menurutnya, RPJPN 2025–2045 serta RPJMN lima tahunan menempatkan zakat sebagai salah satu indikator ekonomi syariah. Bahkan, Indeks Zakat Nasional kini diakui negara sebagai kontribusi nyata dalam pembangunan daerah. Baznas, kata Muhammad, terbuka menerima informasi di dalam desa supaya terdata, mengingat baru 868 desa dari 5959 desa yang terpetakan. Data akan terus diperbaharui secara berkala dengan menjaga kerahasiaan dalam Kontak yang bisa dihubungi, https://bazn.as/PemetaanDesaZakat Herlin (0878-3533-5300). Sementara itu, Nana Sudiana menyoroti konteks Jawa Barat. “Sering kita sebut tanah subur, gemah ripah loh jinawi. Namun, masih banyak desa yang bergulat dengan kemiskinan dan keterbatasan akses,” ungkap Direktur Akademizi tersebut. Kesenjangan akses transportasi, minimnya sarana kesehatan, hingga kasus gizi buruk menunjukkan perlunya peran zakat yang lebih komprehensif. Solusi yang ditawarkan antara lain membangun MPZ dan UPZ di desa-desa, agar masyarakat punya wadah untuk mengelola zakat, infak, dan sedekah secara berkesinambungan. Praktik sederhana seperti mengumpulkan satu-dua sendok beras di rumah untuk kemudian dimanfaatkan saat ada hajatan atau kebutuhan darurat bisa menjadi model awal partisipasi lokal. Prinsip ini menjadi pengingat bahwa zakat bukan sekadar angka, melainkan rantai solidaritas Indonesia. Jika desa kuat, masyarakat bermartabat, dan ekosistem zakat berjalan sehat, maka bangsa ini akan melangkah lebih maju dengan nilai syariat yang terjaga.